BMR - MAKANAN TRADISI PADA UPACARA ADAT
MAKANAN TRADISI PADA UPACARA ADAT
A. Makanan Tradisi
ماکتن ترادیس
Tradisi berasal dari bahasa latin traditio, yang berarti "diteruskan" atau kebiasaan. Dalam pengertian yang paling sederhana bermakna sebagai sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Biasanya berkembang dalam suatu kelompok dengan kebudayaan yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi, termasuk informasi masakan atau makanan.
Pada masa awal, tradisi diwariskan secara langsung melalui lisan, kemudian beralih pada tulisan. Hal ini dimulai sejak manusia mengenal tulisan. Tanpa adanya tulisan, suatu tradisi dapat punah. Saat ini kita mengenal buku resep masakan Melayu sebagai wujud memelihara dan melestarikan masakan tradisional Melayu.
Dari pengertian di atas, maka makanan tradisi dapat dimaknai sebagai makanan yang selalu dan harus ada dalam upacara adat tertentu. Di Riau, makanan tradisi yang dihidangkan dalam upacara adat sangat banyak dan beragam. Misalnya, dalam upacara penobatan datuk dalam puak pesukuan mengharuskan ada hidangan kari dari daging kerbau, kambing, atau ayam. Keharusan tersebut dikatakan dalam ungkapan dicucurkan darahnya, digigit dagingnya, dan tengok putih tulangnya. Makna yang tertuang dalam ungkapan itu adalah sebagai cerminan makna makanan yang dihidangkan dalam upacara penobatan datuk.
Makna dikucurkan darahnya adalah wujud keikhlasan seorang
datuk dalam memimpin puak pesukuannya. Digigit dagingnya bermakna sebagai nilai
kebersamaan adalah hal utama dalam kepemimpinan. Tengok putih tulangnya
bermakna sebagai keberanian. Dari ungkapan itu, tanpa adanya makanan dari
daging hewan yang disembelih tersebut, upacara adat tidak dapat dilaksanakan.
Begitu mutlaknya peran makanan dalam tradisi upacara adat.
B. Upacara Adat
Secara umum tingkatan adat Melayu dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan adat yang lazimnya disebut adat sebenar adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradat. Upacara adat yang dimaksudkan adalah upacara yang termasuk ke dalam kelompok adat tersebut.
1. Adat Sebenar Adat
Adat sebenar adat dianggap sebagai inti adat yang berasaskan ajaran agama Islam (syarak). Adat yang sebenar-benamya adat. adat yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Adat ini bersifat utuh yang tidak boleh dianjak alih, tidak boleh diubah dan ditukar salin. Di dalam ungkapan adat dikatakan "dianjak layu, umbut mati" atau dikatakan "bila dianjak ia membunuh, bila dialih ia membinasakan".
Upacara yang dilakukan tidak boleh melanggar syarak sesuai
dengan hakikat adat sebenar adat. Upacara yang termasuk kedalam adat sebenar
adat yakni hari-hari besar Islam, hari raya Idul Fitri, Idul Adha, 1 Muharram,
upacara kematian, khitan, khatam Alquran, ijab kabul, dan lain sebagainya.
2. Adat yang Diadatkan
Adat yang diadatkan yakni hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Meskipun adat yang diadakan ini merupakan seperangkat norma dan sanksi hasil gagasan leluhur yang bijaksana, tetapi sebagai karya manusia, tetap rusak (berubah) oleh ruang dan waktu serta oleh selera manusia pada zamannya.
Semua ketentuan adat yang diberlakukan atas dasar musyawarah dan mufakat dan tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Namun demikian, meskipun adat rancangan leluhur ini dipelihara dan dilestarikan, tetapi terbuka peluang untuk disisipi, ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya.
Upacara dalam adat yang diadatkan ini selalu beriringan
dengan upacara dalam adat sebenar adat, misalnya upacara ijab kabul, biasanya
diiringi dengan upacara berinai, berandam, dan lain sebagainya. Upacara
berinai, berandam, bersanding, makan hadap-hadapan, dan sebagainya adalah
bentuk upacara yang tergolong ke dalam adat yang diadatkan.
3. Adat yang Teradat
Adat yang teradat lebih kepada aturan budi pekerti sehingga
membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Adat yang teradat telah
dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi
resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat yang teradat dapat dikesan dari
aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya
panggilan ayah, bapak, abah, ibu, emak, abang, kakak, puan, tuan, encik, tuan
guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang Dalam hal adat yang teradat
juga terdapat upacara adat. Dalam nikah kawin, dimulai pada hari kedua setelah
ijab kabul, pasangan yang telah menikah itu pergi berkunjung ke rumah sanak
saudara pihak perempuan. Upacara ini dilakukan untuk mengakrabkan pengantin
lelaki kepada sanak saudara pengantin perempuan. Dalam upacara ini pasangan
pengantin membawa makanan berupa wajik, gelamai, dan kue mueh lainnya.
Selain 3 tingkatan adat tersebut, juga dikenal adat istiadat Adat ini merupakan wujud dari berbagai tradisi dengan segala ragam pelaksanaan serta peralatannya. Adat istiadat ini lebih kepada tradisi yang ada dalam persukuan dan pelaksanaannyadiserahkan kepada suku-suku masing-masing, sedangkan adat bagi raja dilaksanakan oleh anggota kerapatan adat di bawah Sutan. Upacara dalam adat istiadat juga tidak boleh melanggar syarak (adat sebenar adat). Dalam menentukan pemimpin misalnya didasari oleh ketentuan yang mewajibkan manusia memilih pemimpin bagi kelompoknya dan dari golongannya sendiri. Maka upacara penobatan datuk dalam suatu puak persukuan, diharuskan mengacu pada syarat baku untuk menjadi seorang pemimpin seperti dalam istilah yang dituakan sehari, yang ditinggikan seranting. Maksudnya, jadikanlah pemimpin yang tahu dan berilmu di bidangnya, meski umurnya masih muda dari yang lain.
C. Jenis-jenis Makanan Tradisi
1. Hasidah
Penganan ini memiliki rasa yang manis dan bentuk tampilan penyajian yang unik. Berbentuk kerucut yang dibentuk menyerupai kulit buah nanas lalu ditaburi bawang goreng. Hasidah hanya dihidangkan pada acara kenduri, syukuran, pertunangan, perkawinan, hari raya besar, seperti Idul Fitri, dan Idul Adha.
Cara pembuatan hasidah relatif mudah. Pertama, masak air dan gula sampai agak kental, setelah itu masukkan cengkeh dan kayu manis yang telah dihaluskan. Setelah agak kental panci diangkat dari api lalu disaring dan dimasak kembali. Masukan adonan tepung terigu dan air. Masak sambil terus diaduk sampai menjadi kental. Setelah adonan agak jernih masukkan minyak sapi, tunggu hingga adonan kental dan mengkilap lalu diangkat dari api. Dinginkan adonan. Setelah dingin, tuangkan dalam piring ceper untuk dibentuk sesuai keinginan. Bila akan disajikan, taburi dengan bawang goreng.
Penyebaran hasidah cukup luas, meliputi Siak, Indragiri, Rantau Kuantan, Kampar, dan sepanjang Rokan. Bahan yang digunakan adalah tepung terigu, gula pasir, air, minyak s bawang merah, kayu manis dan cengkeh secukupnya.
Nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam hasidah
tergambar pada rasa hasidah, yakni perbancuan manis, asin, dan gurih. Tak ada
rasa pahit di dalamnya. Maka, perbancuan ketiga rasa dimaknai sebagai
kegembiraan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, hasidah hanya dihidangkan dalam
upacara-upacara yang dipenuhi kegembiraan.
2.Bubur Asyura
Bubur ini adalah hidangan khas dalam perayaan hari Asyura yang jatuh pada tangga 10 Muharram setiap tahun. Bubur ini terbuat dari kacang-kacangan atau biji-bijian dan umbi-umbian, seperti kacang merah, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, biji durian, biji nangka, jagung, beras, ubi jalar atau keledek, ubi kayu atau singkong, kentang, dan keladi. Bahan lainnya yaitu kelapa yang diparut kemudian disangrai, ikan yang dibakar dan udang yang direbus kemudian digiling halus. Adapun bumbunya adalah garam, merica, lada hitam, bawang merah, bawang putih, jahe, kayu manis, cengkeh, kapulaga dan seledri atau daun sup.
Cara membuat bubur asyura mula-mula ubi jalar dan ubi kayu
dikupas, dicuci dan dipotong-potong sebesar dadu, kemudian digoreng.
Biji-bijian dibersihkan dan dimasukkan ke dalam panci lalu direbus. Beras
dibasuh dan dimasak dengan banyak air agar beras dapat lumat menjadi bubur.
Semua bumbu digiling halus. Daun seledri dan daun sup dipotong halus. Bila
bubur telah lumat, masukkan biji-bijian yang telah direbus, umbi-umbian yang
telah digoreng, bumbu, ikan, udang dan kelapa sangrai. Aduk bubur sampai sebati
kemudian angkat. Bubur dihidangkan dengan taburan seledri dan bawang goreng.
3. Lemang
Lemang terbuat dari pulut atau ketan yang dimasak di dalam buluh dengan cara dibakar di atas bara. Makanan ini terkenal di Kampar, Kuantan, Rokan, Pelalawan, dan Indragiri sebagai hidangan khas perayaan-perayaan keagamaan dan sosial, seperti perayaan maulud nabi Muhammad Saw., Idul Fitri, Idul Adha, dan pesta perkawinan.
Bahan-bahan yang harus disiapkan untuk membuat lemang antara lain, pulut, kelapa parut untuk diambil santan kentalnya, garam secukupnya, kadang-kadang juga ditambah kemiri dan daun bawang. Buluh minyak untuk memasak lemang, berukuran diameter sekitar 5-7 sentimeter dan panjang sekitar 45 sentimeter. Sebelum memasukkan pulut, buluh tersebut dialas dengan daun pisang pada bagian dalamnya.
Cara membuat lemang dimulai dengan pulut yang dibasuh dan ditiriskan, lalu dimasukkan ke dalam buluh sebanyak tiga perempat bagian buluh, seperempat bagiannya lagi diisi santan yang telah dicampur dengan sedikit garam (atau bumbu lain yang dikehendaki). Buluh yang telah terisi dipanggang di atas bara. Bila lemang telah masak, isinya akan tersembul di ujung buluh. Untuk memadatkan isi, buluh perlu dihentak-hentakkan.
Bila akan dihidangkan, lemang dikeluarkan dari dalam buluh dengan cara membelahnya, Biasanya lemang dimakan dengan tapai pulut (pulut yang telah difermentasi) atau dengan rendang, gula, atau bahan-bahan manis lainnya.
Nilai budaya yang dapat disimpulkan dari lemang adalah
ungkapan kegembiraan. Rasa lemang terdiri atas rasa asin, manis, dan gurih.
Perbancuan rasa manis, asin, dan gurih dinilai sebagai r ungkapan kegembiraan.
Lemang hanya dibuat dan disajikan dalam cha upacara kegembiraan. Selain itu,
gambaran keeratan hubungan sesama manusia juga tergambar dari pulut yang
digunakan untuk membuat lemang.
4. Wajik atau Nasi Manis
Wajik disebut juga nasi manis. Dibuat dari pulut yang dimasak dengan santan atau ada juga yang tidak pakai santan. Penganan ini biasanya dibuat dan disajikan ketika hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan ada juga dibuat dan disajikan ketika diselenggarakannya kegiatan tertentu seperti batobo, rarak godang, silat, dll. Namun, dalam perkembangan berikutnya, wajik dibuat untuk arisan keluarga, menjamu tamu, dan pada acara lainnya. Ada terdapat dua jenis wajik yang ditemukan di tengah masyakat, yaitu wajik tanpa santan dan wajik menggunakan santan.
Meski tidak menggunakan santan, wajik tanpa santan tetap menggunakan kelapa sebagai bahannya. Wajik ini disajikan sebagai makanan upacara adat dan juga sebagai hidangan keseharian. Wajik jenis ini digolongkan lagi menjadi dua bagian yaitu wajik hidangan upacara bersunat dan wajik untuk upacara bertunangan. Bahan-bahan dari kedua wajik itu yakni, beras pulut, gula merah, kelapa parut dan sedikit garam. Perbedaannya terletak pada komposisinya, wajik untuk lamaran penganten diperlukan gula merah yang lebih banyak, perbandingannya yaitu beras pulut 1 kg, gula merahnya 11/2 kg, kemudian kelapa parut, dan sedikit garam.
5. Pulut
Pulut atau ketan dikenal dengan dengan dua jenis, yaitu pulut biasa (putih) dan pulut hitam. Pulut dimasak dengan cara ditanak atau dikukus, dan menjadi bahan penting dalam ritual dan upacara adat seperti majelis perkawinan, hari kelahiran, upacara khatam Alquran, berkhitan, bertindik, upah-upah, dan upacara pengobatan. Pulut sering dimakan bersama durian dan goreng pisang atau bahan untuk membuat kuih-muih seperti lemang, bubur pulut dan wajik.
Bahan utama untuk membuat wajik yang menggunakan santan adalah beras pulut, santan kelapa, gula merah, dan sedikit garam. Cara pengolahannya, apabila digunakan untuk hidangan upacara atau hajatan yang melibatkan para kerabat dan tetangga terdekat. Pertama-tama beras pulut dicuci bersih, lalu direndam semalam. Setelah itu, ditiriskan, kukus sampai matang, angkat dan dinginkan. Kemudian, masukkan gula merah, santan kelapa dan garam di belanga, lalu rebus sampai mendidih dan mengental. Selanjutnya, masukkan pulut yang telah dikukus tadi dan aduk dengan pengalu hingga rata, sampai adonan tersebut tidak lengket di belanga kurang lebih satu jam. Setelah itu, angkat dan letakkan dalam loyang atau dibentuk sesuai dengan yang diinginkan.
Di samping menggunakan wajik yang tidak memakai bahan santan, kadang-kadang masyarakat juga menggunakan wajik yang memakai santan, bisa juga hanya memakai salah satu di antara keduanya. Wajik yang menggunakan santan kelapa biasanya dibuat dan dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dalam acara-acara seperti menjamu tamu, arisan keluarga, atau lebaran.
Nilai-nilai dalam wajik dapat disimpulkan sebagai
persebatian atau keeratan hubungan antar manusia. Nilai Persebatian hakikatnya
adalah nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi yang menjadi asas dari
terwujudnya kerukunan hidup antar kaum, suku, sesama masyarakat, dan antar
bangsa. Melalui persatuan inilah di jalin kerja sama antar anggota masyarakat
tanpa memandang dari mana asal usulnya. Gambaran keeratan hubungan antar
manusia dalam upacara seperti bertunangan, batobo, rarak godang, silat, dan
lain sebagainya, yang mengharuskan makanan wajik ada dalam kegiatan tersebut.
Keeratan tersebut digambarkan setiap makanan yang terbuat dari bahan pulut.
6.Gelamai
Galamai sering disajikan pada perayaan-perayaan penting seperti hari raya Islam, majelis pernikahan, turun mandi, muyawarah adat dan sebagainya. Sebagian masyarakat juga galamai atau kalamai.
Bahan untuk membuat gelamai adalah tepung pulut yang kering, gula (gula pasir, gula merah, gula Melaka, gula hijau atau gula kabung). Santan harus segar dan diperoleh dari kelapa yang baru dibelah. Pengolahannya, kelapa diambil santannya kemudian dimasak dengan gula dan tepung sambil terus diaduk Masak sampai mengental (kira-kira tinggal 1/3 bagian).
Memasak gelamai biasanya menggunakan kayu api sebagai bahan pembakar dan memakan waktu lama serta memerlukan banyak tenaga. Oleh karena itu, untuk mengaduk gelamai biasanya dibuat secara gotong-royong dengan melibatkan seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, membuat gelamai juga menjadi ajang mempererat hubungan sosial dan emosional. Gelamai yang telah masak biasanya dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangga terdekat. Sekiranya gelamai hendak dibungkus, gelamai harus didinginkan semalaman. Biasanya, gelamai dimasukkan ke dalam bekas mengkuang yang berbentuk bulat atau beranyam. Cara ini gelamai dapat disimpan selama satu hingga dua minggu sebelum disajikan.
Di kalangan masyarakat yang mengamalkan adat perpatih, gelamai disediakan khusus untuk upacara perkawinan. Pihak keluarga pengantin perempuan akan mengaduk gelamai lebih kurang seminggu atau dua minggu sebelum pelaksanakan majelis perkawinan. Gelamai yang sudah masak dituang ke dalam bakul kecil. Gelamai akan dibawa ke rumah pengantin lelaki pada acara adat menyalang atau berladang. Kini gelamai diusahakan secara komersial dan dapat dibeli di pasar yang menjual makanan.
Cara menghidangkan penganan ini dalam suatu perhela tan jika
disuguhkan kepada para ninik mamak, diletakkan di atas dulang tinggi (dulang
berkaki). Gelamai melambangkan penghulu dalam suku, orang bijaksana yang
berhati lapang dan beralam luas ibarat gelamai yang lembut tetapi apabila
ditarik maka ia akan berketerusan, tidak putus begitu saja.
7. Lepat
Lepat sering dijadikan penganan pada upacara adat dan perayaan-perayaan semisal penabalan pemimpin adat, majelis perkawinan, dan upacara daur hidup. Penganan ini dibuat daripulut, pisang, ubi, atau beras, diberi santan kemudian dikukus. Beberapa jenis lepat yang dikenal adalah lepat bugih, lepat inti, lepas baluo, dan lepat periuk beruk.
Membuat lepat cukup sederhana. Misalnya membuat lepat periuk
beruk. Bahan-bahan seperti pisang diaduk dengan tepung beras atau tepung
terigu, diberi sedikit garam dan kelapa. Adonan dimasukan ke dalam periuk beruk
(kantong semar), kemudian kukus hingga matang.
8.Kari
Kari merupakan masakan yang dimasak dengan santan dan
rempah-rempah bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, jahe, kunyit,
lengkuas, ketumbar, garam, asam, gula merah, kelapa, cabai, serai, kapulaga,
dan penyedap rasa sesuai selera. Bahan-bahan yang dimasak kari antara lain,
daging (sapi, kambing, kerbau, atau ayam), ikan, telur, sayuran atau
buah-buahan. Hidangan tersebut pada umumnya disajikan dalam rangka pelaksanaan
suatu upacara keagamaan, upacara perkawinan, sunatan, cukur rambut, dan maulid
nabi Muhammad SAW. Kari dapat dimakan sebagai penyerta nasi, roti jala, atau
roti canai.
Sumber:
Jamil, Taufik Ikram, dkk. 2020. Pendidikan Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA kelas XI. Pekanbaru: PT. Narawita Swarna Persada
Komentar
Posting Komentar