BMR - TEKNOLOGI PERKAPALAN

 TEKNOLOGI PERKAPALAN


A. PEMAKNAAN KAPAL

    Pada perkembangan awal, kapal adalah alat transportasi air yang menggunakan layar dan dayung sebagai penggerak Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi, penggerak kapal telah digantikan mesin. Banyak nama lain untuk penyebutan alat transportasi air di alam Melayu. Penyebutan itu disesuaikan dengan ukurannya seperti perahu, sampan, lancang kayak, jalur, tongkang pompong jelatik, kapal, dan jung. Penamaan kapal dipakai sebagai penunjuk ukuran yang paling besar.
    Setiap nama menggambarkan jenis, ukuran dan fungsinya yang khas. Demikian pula penamaan alat menggerakkan kapal seperti dayung. layar sampai penamaan bagian dan susunan struktur bangunan kapal. Ada beberapa struktur penting dalam pembuatan kapal yakni linggi haluan, linggi, buritan, gading gading, geladak, buaya buaya, lunas, panggar, palkah, dan sebagainya, dengan kiat membangunnya yang beragam pula. Mulai dari menarah batang kayu dalam membuat jalur tanpa galangan, membuat dinding perahu sebelum gading-gading dipasang atau memasang lunas dan gading-gading sebelum dinding tubuh kapal dipasangkan Kapal dapat dibuat dari bahan kayu atau besi

B. SEJARAH TEKNOLOGI PERKAPALAN MELAYU

    Bangsa Melayu dikisahkan dalam berbagal versi asal usulnya sebagai bangsa yang datang daratan Asia dan menyebar di kepulauan Nusantara. Dalam versi lain, menyebutkan Melayu menyebar dari kepulauan Nusantara ke daratan Asia, Selandia Baru, beberapa wilayah Afrika dan Amerika. Migrasi bangsa Melayu itu dikisahkan terjadi ribuan tahun sebelum Masehi.
    Sebelum mengenal teknologi udara, perpindahan dari suatu pulau ke pulau lain dilakukan melalui jalur laut. Keseluruhan versi asal mula bangsa Melayu itu dikisahkan berpindah dari suatu pulau ke pulau lainnya. Dengan kisah migrasi demikian, kapal menjadi alat transportasi yang perlu disiapkan lebih dulu.
    Dari kisahan sejarah migrasi orang Melayu sejak ribuan tahun lalu, dapat disimpulkan bahwa bangsa Melayu telah menguasai teknologi perkapalan jauh dari pada pengembangan yang dilakukan bangsa Eropa. Sebut saja sejak abad ke-15, seorang pelaut bernama Cristoforo Colombo atau Cristopher Columbus menemukan benua Amerika yang diajarkan dalam pembelajaran sejarah
    Catatan sejarah yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan Indonesia itu ditolak beberapa tokoh dan ilmuan dunia. Recep Tayyip Erdogan pada KIT para pemimpin Muslim Amerika di Istanbul Turki (15 November 2014) menyebut penemu benua Amerika adalah pelaut Muslim di abad ke-12. Pernyataan itu didasari oleh kemajuan teknologi perkapalan Mesir dan Syria tahun 326 H (972 M), Kedua negara ini telah mampu membuatkapal yang dapat memuat 1.500 tentara dan perlengkapan perangnya.
    Sejalan dengan penolakan Recep Tayyip Erdogan, sejarawan Gavin Menzies juga membantah Columbus sebagai orang pertama menemukan benua Amerika. Gavin Menzies menyebutkan bahwa laksamana Muslim asal Cina bernama Cheng Ho mendarat di benua Amerika pada periode pelayarannya 1421-1423 Masehi.
    Dilihat dari letak wilayah kepulauan Melayu (Nusantara) sebagai jalur perdagangan dunia, maka peradaban Melayu di wilayah ini dapat disebut peradaban maritim. Teknologi awal perkapalan yang menggunakan tenaga angin dan dayung memungkinkan menjadikan jalur ini sebagai jalur yang potensial karena sepanjang tahun angin selalu bergerak dan lautan relatif teduh. Dengan banyaknya kapal-kapal bangsa lain yang silih berganti melewati kawasan ini, maka teknologi perkapalan di wilayah maritim tetap terus berkembang.
    Sebagai wilayah kepulauan, maka pertumbuhan ekonomi pula terpusat di bandar pelabuhan. Untuk menyokong ekonomi yang kuat, mengharuskan orang-orang Melayu tetap mengembangkan teknologi perkapalan.

1. Perkapalan di Riau

    Sebagian besar prosesi kehidupan orang Melayu merujuk ke sungai, misalnya berbagai ritual dan upacara-turun mandi, berbual di tepian mandi (mencarikan jodoh untuk anak atau keponakan), mandi berlimau, dan lain sebagainya, mencukupkan penghidupan, mobilitas interelasi, upacara kematian, dan lain sebagainya. Melayu Riau menjadikan sungai sebagai timang timangan negeri. Bagi mereka, rusak sungai samalah dengan cerminan rusaknya negeri.
    Kawasan Riau yang dialiri empat sungai besar yaitu Sungai Kampar, Siak, Rokan, dan Indragiri. Dengan saujana Riau demikian, tentu teknologi perkapalan sangat penting dan perlu dikembangkan. Kapal menjadi pilihan utama untuk mobilitas orang di Riau. Sejalan dengan perkembangannya, penamaan kapal di Riau amat banyak jenisnya.
    Di Riau, kapal berukuran besar disebut dengan istilah Jung. Istilah ini dipakai untuk penyebutan kapal laut yang besar biasanya dipakai untuk berdagang ataupun untuk berperang. Jung memuat beban berkisar 200-1500 ton dan mampu menempuh jarak antar samudra. Jung dibuat menggunakan kayu sebagai bahannya. Sepasang kemudi terpasang di buritan. Di atas geladak dibangun sebuah rumah. Jung juga dikisahkan dipakai Laksamana Hang Tuah untuk menguasai Majapahit di pulau Jawa
    Perkembangan perkapalan di Riau menghadapi kematian. Tukang kapal yang ada di Bengkalis, Inderagiri, Rupat, Siak, Kuala Rokan, dan sebagainya kehilangan bahan pembuatan kapal. Sejak pengembangan perkebunan, perusahaan kertas, dan kini isu pemanasan global makin menenggelamkan teknologi kapal kayu di Riau. Kini, pengembangan teknologi perkapalan mengarah pada bahan besi dan fiber.

2. Kapal dalam Karya Sastra

    Peradaban maritim tidak dapat dielakkan dari laut dan pulau-pulau. Dalam peradaban maritim, kapal menjadi sumber inspirasi dalam berbagai hal. Termasuk dalam karya sastra, nama kapal dibahas dan didalami secara khusus. Sebut saja kata kapal yang ada dalam sejarah Nuh, kisah Lancang Kuning, kisah pengembaraan Panglima Awang yang masyhur, syair pelayaran Engku Putri ke Lingga, dan lain sebagainya.
    Dalam beberapa aktivitas kehidupan orang Melayu, karya sastra sering kali muncul. Wujudnya terkadang bergabung dengan ritual dan upacara. Di alam Melayu, karya sastra dalam bentuk sejarah, mengisahkan kapal dalam versi yang beragam misalnya, bahan dari sisa pembuatan kapal dikisahkan menjadi ikan yang dinamakan sibahan di lingkungan orang-orang Melayu Tapung, pengisahan di daerah lain mungkin saja berbeda. Kapal dikisahkan menjadi pulau dalam kisah-kisah kedurhakaan, kisah asal mula pulau Dedap, pulau Halang, negeri-negeri di Kampar dalam cerita Si Lancang, dan masih banyak versi lainnya.
    Dalam kisah-kisah jenaka Yong Dolah, kapal wujud sebagai kemewahan dan kemegahan. Kepiawaian Yong Dolah sebagai tukang cerita, menjadikan kapal sebagai ruang kehidupan lain yang belum pernah diketahui oleh orang-orang di Bengkalis.Kemegahan dan kemewahan kapal dalam pengisahannya menjadi imajinasi dalam benak pendengarnya. Gambaran pesatnya perkembangan teknologi perkapalan di Riau wujud secara jelas melalui penciptaan karya-karya sastra itu.

C. JENIS-JENIS KAPAL

    Dalam penjelasan sebelumnya, jenis kapal dapat dibedakan dari ukuran dan kegunaan. Penamaan juga biasanya dikaitkan dengan ukuran dan kegunaan tersebut. Orang Melayu di Riau, mengenal banyak jenis kapal dengan namanya masing-masing, di antaranya adalah lancang, kotak, nadir, penjajab, pencalang, biduk, perahu, sampan, kapal, jung atau jung, dan pompong.

1. Lancang Kuning

    Kapal lancang kuning digerakkan oleh layar yang disebut layar agung dan layar topang, tetapi dapat juga didayung beramai ramai. Dinamakan lancang kuning karena mengikuti pemaknaan lancang yang berarti melaju dan kuning dimaknai sebagai simbol daulat dan harkat martabat. Lancang Kuning digunakan petinggi kerajaan, sedangkan lancang digunakan rakyat biasa. Kapal ini menjadi simbol Provinsi Riau.
    Lancang dibuat dengan menimbal papan dan membentuk perut perahu berasaskan lunas dan dua linggi yang didirikan di buritan dan di haluan. Sebagai penyatu bilah-bilah papan kayu, digunakan pasak dan dilapik dengan kulit gelam. Kong atau gading-gading yang berbentuk V dan 'U' hanya digunakan sebagai pembuka perut kapal setelah papan siap ditimbal bukan sebagai rangka
    Lancang mempunyai geladak. Terdapat satu atau dua pintu kecil di lantai geladak ini untuk awak-awak keluar masuk di bahagian bawah geladak. Di atas geladak dibuat kurungan. Bagian buritannya dilengkapi dandan dan kajangan. Di Aceh, lancang merupakan sejenis perahu biasa yang digunakan oleh nelayan.Lancang digunakan sebagai simbol dalam perlengkapan ritual upacara pengobatan si Lancang di Bengkalis, Panipahan, Kubu, kampung Raja Berjamu, Rokan Hilir. Si Lancang berbentuk seperti sampan yang dihiasi dengan janur dan kertas minyak berwarna kuning. Lancang ini terbuat dari dua batang pisang dengan panjang kira-kira 1,5 meter. Batang pisang ini dirangkai dengan bambu yang dibelah. Isi lancang ini adalah nasi sampat, bertih beras, bertih kunyit atau beras kunyit, bunga merah dan bunga kuning, ayam bangkang atau ayam panggang, darah ayam, lilin, sirih kerucut, alam-alam (kain putih yang berfungsi sebagai bendera lancang). Semua bahan-bahan tersebut diletakkan di dalam daun pisang yang sudah dilayur dan dibentuk kerucut atau sempilung. Lancang ini digunakan dalam ritual pengobatan seperti bulian dan babalihan.

2. Biduk

    Biduk biasanya digunakan untuk mencari ikan atau untuk muatan barang. Biduk berukuran panjang sekitar 4,2 m panjang, lebar 0,75 m, dan tinggi 0,38 m. Biduk dapat membawa dua hingga tiga orang penumpang saja. Sebutan lain untuk biduk adalah sampan dan sampan Riau.
    Rangka dasar biduk terdiri dari lunas, sauk (linggi) dan gading-gading. Lunasnya berupa kayu beroti panjang yang menjadi dasar biduk. Lunas ini berfungsi untuk bagian bawah lambung biduk agar tidak mudah rusak ketika melanggar benda keras. Gading-gading merupakan rangka biduk yang disusun di atas lunas tempat menimbal papan yang membentuk lambungnya, bentuknya seperti huruf V atau U. Sauk adalah kayu yang didirikan di haluan dan di buritan yang ketinggiannya sama dengan birai biduk. Di antara dua birai papan ditimbal dengan kulit pohon gelam untuk menahan biduk dari luapan air. Sedangkan untuk menutup lubang paku, pasak dan sambungankayu dan papan digunakan gala-gala agar biduk tidak bocor. Di bagian dalam lambung dipasang kayu beroti berukuran 3 cm x 5 cm yang disebut setal, pada sebelah kiri dan kanan cabang gading gading, memanjang dari haluan ke buritan. Di atas setal inilah papan lantai disusun. Pendayung dan penumpang duduk di atas lantai ini.
    Menggerakkan dan mengemudikan biduk digunakan dayung atau pengayuh yang terbuat dari kayu. Dayung ini berupa batang kayu panjang yang pada satu ujungnya berbentuk seperti daun yang digunakan untuk mengayuh biduk. Ujung satunya berbentuk bulat sebagai pegangan.

3. Perahu

    Perahu berukuran lebih kecil dari kapal dan mempunyai beragam jenis, ukuran, dan bentuk, Perbedaannya dengan kapal, perahu tidak memiliki geladak. Perahu dibuat dari batang kayu yang utuh dan ada juga dibuat dari papan Perahu digunakan untuk mengangkut barang atau penumpang
    Tukang perahu papan, membuatnya dengan dasar lunas dan kedua linggi yang telah didirikan. Papan direndam hingga berlumut dan selanjutnya dijemur terlebih dulu selama empat hingga enam bulan dilentur mengikuti bentuk yang dikehendaki dengan menggunakan pasung atau jarum keras. Tahap selanjutnya, papan itu dilayur selama dua hingga tiga hari. Papan yang telah kering dan terbentuk dilubangi birainya untuk tempat pemasangan pasak. Kayu pasak biasanya menggunakan teras kayu penaga. Papan-papan kemudian ditimbal pada lunas dan linggi dengan menggunakan pasak.
    Perahu yang digunakan di laut menggunakan tenaga angin. Perahu jenis ini menggunakan tiga jenis layar yaitu layar besar atau layar agung, layar topang dan layar jib atau layar cucur. Layar terbuat dari tikar kerucut. Tiang layar yang besar dikenal sebagai tiang agung dan tiang yang kecil diberi nama tiang topang Layar cucur adalah layer yang berukuran paling kecil. Bentuknya segi tiga, dan tidak mempunyai tiang sendiri, hanya diikat menumpang di tiang layar agung dan di bagian haluan perahu.Perahu yang digunakan di sungai biasanya tidak menggunakan layar. Penggeraknya menggunakan dayung.
    Setiap perahu dinamakan berbeda sesuai dengan kegunaannya. Perahu balang adalah perahu yang digunakan untuk berperang. Penyebutan perahu besar yakni untuk membawa barang dagangan ke luar negeri. Perahu ini terbuat dari kayu cengal. Bagian lunas, linggi dan kong terbuat dari kayu keras dan tahan seperti cengal, seraya atau merbau. Perahu jalur adalah perahu yang digunakan di sungai dan terbuat dari sebatang kayu utuh. Perahu kajangan digunakan untuk membawa muatan dan khusus digunakan di sungai.
    Jenis perahu layar yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di laut dalam dinamakan perahu payang. Payang biasanya berukuran panjang 10-13 m panjang dan lebar lambung 1,8-2,4 m. Perahu payang dapat memuatkan antara 20-25 orang awak. Payang menggunakan dua jenis layar yaitu layar agung dan layar topang. Lubang tiang layar topang terdapat pada papan endang di bagian haluan, di bawah papan ketam. Lubang untuk tiang layar agung terdapat di papan sangga layar pada jarak dua atau tiga petak ke belakang dari bagian papan endang. Di bagian atas haluan payang terdapat bangau dan okok. Bangau dan okok ini digunakan untuk menyangga tiang layar atau sangga bagi tali semasa menarik sauh atau pukat.
    Terdapat kepercayaan bahwa okok dan bangau mempunyai semangat yang dapat membantu nelayan mencari rezeki dan melindungi mereka daripada bencana semasa di laut. Unsur inilah yang mendorong bangau dan okok dihias dan diukir dengan begitu indah. Anak-anak perahu payang terdiri dari nakhoda, juruselam, jongsolo, awak-awak dan tukang katuk rodok atau galah kerang.

4. Sampan

    Sampan merupakan alat untuk transportasi sungai, yang terbuat dari kayu dijalankan dengan menggunakan dayung ataugalah. Bila airnya tenang atau sampan menuju ke hilir sungai maka didayung dengan pengayuh, apabila sampan menuju hulu sungai dan airnya deras maka sampan dijalankan dengan menggunakan galah. Sampan dapat memuat penumpang dua hingga 30 orang,
    Sampan baluh terbuat dari satu potong batang kayu besar, kemudian sampan dibentuk dengan membuang bagian-bagian kayu. Sampan payang digunakan dengan perahu payang, dipakai awak perahu untuk membetulkan letak payang atau pukat. Sampan Riau dinamakan untuk sampan kecil yang digunakan untuk membawa ikan ke pasar.

5. Kapal

    Kapal umumnya memiliki geladak yang berukuran besar dan berdaya muat besar. Kapal dapat dibuat dari bahan kayu atau besi, dan digerakkan dengan layar atau mesin uap. Di alam Melayu mengenal beberapa jenis kapal sesuai dengan kegunaannya. Kapal-kapal tersebut di antaranya kapal balok, kapal belangkas, kapal layar, kapal pemair atau kapal pemayar, dan kapal koto.

6. Jung

    Kapal ini berukuran panjang antara 15 meter hingga z meter. Namun, Jung yang berukuran besar berukuran panjang 34 meter dan lebar 9 meter. Sewaktu di air, bagian dasarnya terendam sedalam 2,1 meter dan menampakkan bagian yang timbul seting 1,3 m.
Jung mempunyai lunas yang lurus dengan linggi haluan sedikit condong ke luar. Jika dilihat dari depan, permukaan haluannya mencuat tajam. Bagian buritan agak mendatar dipotong bersudutan tepat dengan lunas. Atap atau kup yang dibuat dari kajang mengkuang atau pondok kecil dari papan didirikan di bagian buritan jung. Tekong yang menjadi nakhoda atau jurumudi selalu berteduh di bawah atap ini sewaktu mengemudi.
    Jung mempunyai geladak dengan pintu kecil berada di lantai untuk naik turun awak kapal ke geladak. Jung juga mempunyai hiasan atau dandan, yang moncong keluar dari bagian buritan, berbentuk segi empat bujur. Walaupun menggunakan tiga layar, jung tidak dapat bergerak laju dan agak berat dikendalikan Kelajuannya jarang melebihi lima knots. Tiang layar besar didirikan tegak di bagian tengah. Tiang layar di haluan berukuran lebih kecil yang didirikan lebih condong ke depan. Jung-jung yang besar mempunyai layar ketiga yang lebih kecil dikenal dengan layar penyorong. Layar ini didirikan di kawasan hiasan.
    Jung menggunakan sejenis kemudi pacat yang besar dan berat. Kemudi disangkut tegak di bagian buritan jung. Pada daun kemudi terdapat beberapa baris lubang kecil bujur empat untukmemudahkan kemudi digerakkan ke kiri dan ke kanan di dalam air.
    Kapal jung sering dimunculkan dalam teks-tels sejarah sebagai salah satu kapal utama armada perang dan kapal kenegaraan. Misalnya, Majapahit pernah mengerahkan 300 kapal jung ketika menyerang Singapura dan Wan Seri Beni menggunakan jung di Bintan saat menyambut Seri Tri Buana dari Palembang Demikian juga di dalam teks yang lebih awal seperti Hikayat Raja Raja Pasai, yang menyebutkan jung adalah kapal-kapal utama yang digunakan untuk armada perang.

7. Pompong

    Kapal pompong adalah kapal tradisional dengan ukuran volume di bawah 7 GT (gross tonnage /tonase kotor). Ukuran pompon lebih besar dari perahu yang sering dijadikan sebagai angkutan penumpang, barang mencari ikan ataupun mengangkut pasir dan batu. Pompong bisa digunakan di laut danau, ataupun sungai.
    Pompong yang ada di Riau kebanyakan berdaya muat mencapai 1-2 ton yang digerakkan oleh mesin. Sering digunakan sebagai alat trasportasi di sungai.

Sumber:

Jamil, Taufik Ikram, dkk. 2020. Pendidikan Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA kelas XI. Pekanbaru: PT. Narawita Swarna Persada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BMR - SENI PERTUNJUKAN MELAYU

BMR - MAKANAN TRADISI PADA UPACARA ADAT